Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Jika Tuhan Bertanya: Kuberi 1 Permintaan, Kamu Minta Apa?

Gimana puasamu hari ini, Bebs? Buka puasa tadi ga kalap dong yaaa, heheh… Kapan-kapan mau share menu buka puasa ah, yang gampang bettt bikinnya dan sehat tentu saja. Tapi itu nanti saja yes, sekarang mo bahas sepenggal ceramah di mesjid pas trawih malam kedua. Kata Om Ustadz, ibadah itu diibaratkan lari maraton, kita harus punya strategi agar semangat dan konsistensi terjaga hingga akhir. Analoginya begini; ketika di awal lomba maraton kita sudah nge-sprint duluan, maka energi dan semangat kita terkuras lebih cepat sebelum tiba di garis finish. Sama dengan ibadah di bulan Ramadan. Istilahnya tuh jangan panas-panas tai ayam. Kan Allah sudah bilang, ibadah itu bukan soal banyak-banyakan. Justru yang lebih penting ialah ibadah yang dikerjakan secara konsisten walaupun kecil jumlahnya. Tapi begitulah kebanyakan kita sih yaa... Makanya, yang sanggup bertahan dan bertemu malam lailatul qadr hanyalah orang-orang pilihan, yaitu yang selalu menjaga kualitas ibadahnya. Malam

Awal Ramadhan adalah Rahmat dan Akhirnya Pembebasan Api Neraka, Benarkah?

Halo semuanya, apa kabar? Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah swt… Well, ini opening yang standard sekali dan hampir dipake untuk semua acara seremonial, wkwkwk. Padahal maknanya bagus, kalo dipikir. Mungkin karena terlalu mainstream, I haven’t got the point. So, I’m gonna say thanks to Allah in my own word, yang mana “nyawa” kalimatnya lebih bisa saya rasakan. Segala pujian dan rasa syukur hanya pantas kita persembahkan kepada Allah, Tuhan semesta alam… Dialah yang menjadikan segala peristiwa, kejadian demi kejadian yang menyadarkan betapa kecilnya kita, betapa tidak berartinya seluruh kekuatan yang kita himpun, bahkan jika seluruh makhluk di alam semesta ini bersekutu, we’re nothing, jika dibandingkan dengan kemahaan Tuhan. Maka tiadalah tempat kembali kecuali Dia. Allahu rabbunaa, wa robbukum, wa robbul aalamiin... Btw, tidak terasa yaa sudah nyaris separuh 2018 kita jalani. Tahun ini kita kembali dipertemukan dengan bulan yang sangat mulia, alhamdulillah.

Ketika Masyarakat Semakin Akrab dengan Diabetes dan Sindrom Metabolik

Waktu jaman kuliah, topik yang sangat sering dibahas di ruang kelas ialah sindrom metabolik. Mengapa topik ini selalu diulang-ulang? Alasannya tentu bukan karena para dosen kekurangan bahan, yaelah plis dah wkwk, melainkan karena sindrom metabolik ini perlahan tapi pasti menjadi tren di tengah masyakat, tanpa kita sadari. Nah, diabetes merupakan salah satu penyakit “turunan” dari sindrom metabolik tadi. Jumlah penyandang diabetes di Indonesia menduduki peringkat berapa coba? Yess, ke tujuh di dunia! Jelas ini bukanlah prestasi yang menggembirakan. Terlebih kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kebanyakan penderita tidak menyadari adanya gejala diabetes yang ada pada dirinya. So, how to cope with diabetes and metabolic syndrome? Jika diibaratkan sebuah pasukan tempur, pengetahuan berada di garda terdepan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Fundamental sekali perannya. Terang saja, tanpa pengetahuan yang memadai, mustahil orang melakukan action yang tepat. Dari cer

Mah, Apa Hukumnya Minum Air Rebusan Telur?

Edisi #mamahdedeh, gaisss... Tagline kita adalah apa pun masalahnya langsung beres! Mari bayangkan skenario seperti ini... Di sebuah acara pengajian, puluhan wanita mengenakan gamis dan kerudung duduk melingkar merubungi seorang perempuan lebih separuh baya yang biasa disapa MAMAH. Lalu salah satu hadirin berdiri sembari memegang mic , hendak mengajukan sebuah pertanyaan mahapenting kepada Mamah. "Mah, curhat dooong!" "Iya dooong!" "Nama saya Haji Sul..." Belum selesai Haji Sul titik titik menyebutkan namanya secara paripurna, Mamah langsung menyemprot garang, "Hei heii, jangan sombong udah haji! Emang kalo abis solat kita dipanggil solat ape gitu?! Lanjut, nyebut nama aja biar sederhana!” Sehabis diomelin begitu, dengan wajah tersipu malu HAJI SUL titik titik kembali memperkenalkan jati dirinya. "Nama saya Sulastri Ayu, Mah." Ouu, ternyata Sulastri gaiiss... Alhamdulillah, namanya bukan Sulaiman. *pan ceweek dia* #krikrik #

Merenungi Rumah Tua

Dulu sekali, waktu usia saya masih 6 atau 7 tahun, saya sering mengikuti Bapak berkunjung ke rumah kerabatnya di kota. Rumah khas dengan lantai teraso (semacam marmer buatan), warnanya krem dan agak kusam. Biasanya di dalam rumah jenis ini ada banyak lukisan dan hiasan dinding, ada lampu gantung, sofa bercorak batik, serta furnitur-furnitur kayu berukir. Rumah orang kaya, begitu saya pernah mengasosiasikan sebuah hunian dengan kelas sosial. Ah, juga bau baygon. Rumah orang kaya biasanya bau Baygon. Sementara di pesisir kampung sana, kami mendiami rumah-rumah panggung. Di dalam rumah jarang ada hiasan, paling-paling beberapa foto dan bunga plastik di ruang tamu. Atau, hiasan dinding yang paling terjangkau dan dianggap cukup keren tapi gak ada arsty arsty -nya ialah poster artis yang ngetop pada zamannya. Dan kalau kau muslim, poster ayat kursi adalah sebuah kewajiban. Entah bagaimana mulanya orang di masa silam kok percaya sebuah poster bisa mengusir setan, hahaha. Inga