Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Ketika Masyarakat Semakin Akrab dengan Diabetes dan Sindrom Metabolik

Waktu jaman kuliah, topik yang sangat sering dibahas di ruang kelas ialah sindrom metabolik. Mengapa topik ini selalu diulang-ulang? Alasannya tentu bukan karena para dosen kekurangan bahan, yaelah plis dah wkwk, melainkan karena sindrom metabolik ini perlahan tapi pasti menjadi tren di tengah masyakat, tanpa kita sadari. Nah, diabetes merupakan salah satu penyakit “turunan” dari sindrom metabolik tadi. Jumlah penyandang diabetes di Indonesia menduduki peringkat berapa coba? Yess, ke tujuh di dunia! Jelas ini bukanlah prestasi yang menggembirakan. Terlebih kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kebanyakan penderita tidak menyadari adanya gejala diabetes yang ada pada dirinya. So, how to cope with diabetes and metabolic syndrome? Jika diibaratkan sebuah pasukan tempur, pengetahuan berada di garda terdepan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Fundamental sekali perannya. Terang saja, tanpa pengetahuan yang memadai, mustahil orang melakukan action yang tepat. Dari cer

Mah, Apa Hukumnya Minum Air Rebusan Telur?

Edisi #mamahdedeh, gaisss... Tagline kita adalah apa pun masalahnya langsung beres! Mari bayangkan skenario seperti ini... Di sebuah acara pengajian, puluhan wanita mengenakan gamis dan kerudung duduk melingkar merubungi seorang perempuan lebih separuh baya yang biasa disapa MAMAH. Lalu salah satu hadirin berdiri sembari memegang mic , hendak mengajukan sebuah pertanyaan mahapenting kepada Mamah. "Mah, curhat dooong!" "Iya dooong!" "Nama saya Haji Sul..." Belum selesai Haji Sul titik titik menyebutkan namanya secara paripurna, Mamah langsung menyemprot garang, "Hei heii, jangan sombong udah haji! Emang kalo abis solat kita dipanggil solat ape gitu?! Lanjut, nyebut nama aja biar sederhana!” Sehabis diomelin begitu, dengan wajah tersipu malu HAJI SUL titik titik kembali memperkenalkan jati dirinya. "Nama saya Sulastri Ayu, Mah." Ouu, ternyata Sulastri gaiiss... Alhamdulillah, namanya bukan Sulaiman. *pan ceweek dia* #krikrik #

Merenungi Rumah Tua

Dulu sekali, waktu usia saya masih 6 atau 7 tahun, saya sering mengikuti Bapak berkunjung ke rumah kerabatnya di kota. Rumah khas dengan lantai teraso (semacam marmer buatan), warnanya krem dan agak kusam. Biasanya di dalam rumah jenis ini ada banyak lukisan dan hiasan dinding, ada lampu gantung, sofa bercorak batik, serta furnitur-furnitur kayu berukir. Rumah orang kaya, begitu saya pernah mengasosiasikan sebuah hunian dengan kelas sosial. Ah, juga bau baygon. Rumah orang kaya biasanya bau Baygon. Sementara di pesisir kampung sana, kami mendiami rumah-rumah panggung. Di dalam rumah jarang ada hiasan, paling-paling beberapa foto dan bunga plastik di ruang tamu. Atau, hiasan dinding yang paling terjangkau dan dianggap cukup keren tapi gak ada arsty arsty -nya ialah poster artis yang ngetop pada zamannya. Dan kalau kau muslim, poster ayat kursi adalah sebuah kewajiban. Entah bagaimana mulanya orang di masa silam kok percaya sebuah poster bisa mengusir setan, hahaha. Inga